Diantara syarat sah kurban adalah tidak cacat, hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits nabi shalallahu alaihi wa salam :
عَنِ اَلْبَرَاءِ بنِ عَازِبٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: – “أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اَلضَّحَايَا: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي” – رَوَاهُ اَلْخَمْسَة. وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّان.
Dari Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda: “Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban: (1) Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) Sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) Pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) Sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.” (Diriwayatkan oleh yang lima [empat penulis kitab sunan ditambah dengan Imam Ahmad]. Dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Lalu bagaimana hukumnya berkurban dengan sapi atau kambing yang testisnya hanya satu atau bahkan tidak ada karena dikebiri atau yang lainya. Apakah ia termasuk cacat yang tidak boleh dipergunakan untuk berkurban ?
DALIL HADITS :
مَا رَوَى أَبُو رَافِعٍ قَال: ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ مَوْجُوءَيْنِ خَصِيَّيْنِ
Diriwayatkan oleh Abu Rafi’ beliau berkata : “Rasulullah ﷺ berkurban dengan dua ekor kambing yang berwarna putih bercampur hitam (warna belang), yang telah dikebiri dan tidak memiliki testis.” ( HR Ahmad, menurut Al-Haitsami sanadnya hasan ).
رَوَى أَبُو سَلَمَةَ عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها أَوْ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه: أَنَّ رَسُول اللَّهِ ﷺ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ اشْتَرَى كَبْشَيْنِ عَظِيمَيْنِ سَمِينَيْنِ أَقَرْنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ مَوْجُوءَيْنِ فَذَبَحَ أَحَدَهُمَا عَنْ أُمَّتِهِ لِمَنْ شَهِدَ لِلَّهِ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لَهُ بِالْبَلاَغِ، وَذَبَحَ الآْخَرَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَعَنْ آل مُحَمَّدٍ.
“Diriwayatkan oleh Abu Salamah dari Aisyah رضي الله عنها atau dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah ﷺ, ketika hendak berkurban, beliau membeli dua ekor kambing yang besar, gemuk, bertanduk, berwarna putih bercampur hitam, dan telah dikebiri. Kemudian beliau menyembelih salah satunya atas nama umatnya, yaitu untuk siapa saja yang bersaksi bahwa Allah adalah Esa dan bersaksi bahwa Rasulullah ﷺ telah menyampaikan risalah. Dan kambing lainnya beliau sembelih atas nama Muhammad ﷺ dan keluarga Muhammad.” ( HR. Ibnu Majah ).
MENURUT MADZHAB HANAFI :
Madzhab Hanafi tidak membedakan antara binatang yang normal dengan yang dikebiri atau hilang testisnya karena hilang testis tidak menghalangi penyebutanya sebagai binatang yang boleh dijadikan kurban.
أَنْ يَكُونَ مِنَ الأَجْنَاسِ الثَّلاَثَةِ، الْغَنَمِ، أَوِ الإِبِل أَوِ الْبَقَرِ، وَيَدْخُل فِي كُل جِنْسٍ نَوْعُهُ، وَالذَّكَرُ وَالأُْنْثَى مِنْهُ، وَالْخَصِيُّ وَالْفَحْل لإِطْلاَقِ اسْمِ الْجِنْسِ عَلَى ذَلِكَ
Kurban haruslah salah satu dari tiga jenis binatang, domba, unta, atau sapi, dan setiap jenis kelamin boleh untuk berkurban, jantan dan betina, dikebiri atau normal , karena kemutlakan penyebutan jenis kelamin. ( badai’ush-shana’i 5/69 ).
MENURUT MADZHAB MALIKI :
نُدِبَ (سَمِينٌ) وَتَسْمِينُهَا (وَذَكَرٌ)، عَلَى أُنْثَى (وَأَقْرَنُ) عَلَى أَجَمَّ (وَأَبْيَضُ) إنْ وُجِدَ (وَفَحْلٌ) عَلَى خَصِيٍّ (إنْ لَمْ يَكُنْ الْخَصِيُّ أَسْمَنَ)، وَإِلَّا فَهُوَ أَفْضَلُ
Disunahkan (gemuk) dalam penggemukan (jantan) dari pada betina, (betanduk) daripada yang tidak, (putih) jika tersedia, dan (tidak dikebiri) daripada yang dikebiri (kecuali jika lebih gemuk), jika tidak, yang tidak dikebiri itu lebih disukai. ( Asy-syarhu Al-Kanir lisy-Syaikh Ad-Dardir 2/121 )
Madzhab Maliki lebih mengutamakan kepada unsur kegemukan dan pemanfaatan dagingnya.
MENURUT MADZHAB SYAFI’I :
وَيُجْزِئُ الْخَصْيُ, الْخَصْيُ هُوَ مَقْطُوعُ الْأُنْثَيَيْنِ وَالْمَذْهَبُ أَنَّهُ يُجْزِئُ لِأَنَّ نَقْصَهُمَا سَبَبٌ لِزِيَادَةِ اللَّحْمِ وَطِيبِهِ
Diperbolehkan dengan binatang yang dikebiri, Kebiri adalah pemotongan testis, menurut madzhab ( Syafi’ie ) bahwa hal ini diperbolehkan karena ketiadaan testis menyebabkan kualitas dan rasa daging meningkat. ( Kifayatul Akhyar 530 )
MENURUT MADZHAB HAMBALI :
فصل: ويُجْزِئُ الخَصِىُّ؛ لأنَّ النبىَّ ﷺ ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ مَوْجُوءَيْن (٣). والوَجْأُ رَضُّ الخُصْيَتَيْنِ، وما قُطِعَتْ خُصْيَتَاهُ أو سُلَّتَا في مَعْنَاه، ولأنَّ الخَصْىَ إذْهابُ عُضْوٍ غيرِ مُسْتَطَابٍ، يَطِيبُ اللَّحْمُ بذَهابِه ويَسْمَنُ.
Pasal : binatang yang dikebiri diperbolehkan untuk berkurban karena Nabi saw. mengorbankan dua ekor domba jantan yang dikebiri (3). Testisnya tidak ada atau dibuang hukumnya sama, dan karena pengebirian adalah membuang organ yang tidak enak, justru dagingnya lebih enak ketika organ tersebut tidak ada. ( Asy-Syarah Al-Kabir alal muqni 9/354 )
KESIMPULAN
Menurut pendapat empat madzhab diperbolehkan berkurban dengan binatang yang dikebiri atau testisnya rudak ada karena hal itu tidak mempengaruhi daging bahkan akan lebih menambah banyak.
MARAJI’ :
- Bdai’ush-shanai’ fie tartibisy-syarai’ Alaudin Abu Bakar bin Mas’ud Al-Kasani Al-Hanafi Tab’ah Al-ula 1327-1328 H. Darul Kutub al-Ilamiyah
- Hasiyah Ad-Dasuki ‘alasy- syarhil kabir Muhamad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuki Al-Maliki Darul-Fikri
- Kifayatul-Akhyar fie hilli Ghayatil-ikhtishar Abu Bakar bin Muhammad bin Abdil Mukmin bin Hariz bin Ma’la Al-Husaini Darul Khairi Damaskus At-Tab’ah Al-Ula 1994 M
- Asy-Syarhul Kabir Syamsudin Abul Faraj Abdurrahman bin Muhammad bin Ahmad bin Qudamah Al-Maqdisi At-Tab’ah Al-Ula 1415 H / 1995 M.
- Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah Wuzaratul Auqaf wasy- Syu’uni Al-Islamiyah Al-Kuwait At-Tab’ah 1404-1427 H.